Komunikasi efektif, berasal dari kata komunikasi dan efektif. Dengan Cara etimologis, kata efektif acapkali diartikan selaku meraih tujuan yang diidamkan (producing desired result), berpengaruh mengasyikkan (having a pleasing effect), berwatak actual dan nyata (actual and real). Dengan begitu Komunikasi Efektif dapat diartikan selaku pendapatan wasiat oleh komunikan atau receiver serupa dengan memo yang di informasikan oleh sender atau komunikator, seterusnya komunikan atau receiver memberikan respon positif pantas dengan yang diharapkan.
Jadi komunikasi efektif itu terjadi sekiranya terdapat arus informasi dua arah antara komunikator dengan komunikan. Dan informasi itu sama-sama direspon pantas dengan tujuan kedua pelaksana komunikasi itu (komunikator dan komunikan).
Aspek-aspek Komunikasi yang Efektif
Sedikitnya ada lima aspek yang harus dipahami dalam menciptakan komunikasi yang efektif:
1. Kejelasan (Clarity) : bahasa ataupun informasi yang dituturkan harus jelas. Dalam kehidupan kita sehari-hari, kerapkali kita mendengar ucapan-ucapan serupa ini : ”Masalahnya ininya belum dianu” Apa yang di maksudkan dengan ini dan anu? Hendak lebih simpel dipahami maknanya bila, misalnya, kata ini diubah dengan buku dan kata anu ditukar dengan beri. Jadi kalimatnya hendak berbunyi: ”Masalahnya bukunya belum diberika.”
2. 2. Ketepatan (accuracy) : bahasa dan informasi yang dituturkan harus betul-betul akurat atau tepat. Bahasa yang dikenakan harus serupa dengan informasi yang di informasikan harus benar. Benar disini intinya apabila cocok dengan apa yang sebetulnya ingin disampaikan. Bisa saja informasi yang dituturkan belum pasti kebenarannya, melainkan apa yang kita sampaikan ialah memang apa yang kita ketahui. Itulah yang diartikan dengan akurasi disini.
3. Konteks (contex) : bahasa dan informasi yang di informasikan harus pantas dengan kondisi danlingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita memanfaatkan bahasa dan akurasi yang tepat melainkan karna konteksnya tak tepat, reaksi yang kita punyai tak serupa dengan yang di harapkan. Contohnya, sepulang dari kantor satu orang suami berbicara pada istrinya: ”Dindaku, tolong kanda dikasihkan secangkir air nan jernih, kanda haus sekali.” Dari bidang kejelasan dan keakuratan bahasa dan informasi tak mungkin ada masalah. Sebaliknya konteksnya tak tepat, alhasil reaksinya sang istri mungkin tak cepat mengambilkan air melainkan menanya tentang status suami.
4. Alur (Flow) : keruntutan alur bahasa dan informasi bakal benar-benar berarti dalam menjalani komunikasi yang efektif. Sewaktu kita meminjam uang, misalnya, kita memiliki kecenderungan mengemukakan kesulitan-kesulitan kita malah dulu saat sebelum kita menyampaikan maksud kita untuk meminjam uang. Mungkin begitu juga pada ketika kita kesatu kali menyampaikan perasaan jatuh cinta pada seseorang.
5. Budaya (culture) : aspek ini tak cuma menyangkut bahasa dan informasi, sebaliknya juga tata karama atau etika. Bersalaman dengan satu tangan bagi orang Sunda mungkin terkesan kurang sopan, tapi bagi etnis lain mungkin suatu hal yang biasa.
Strategi Menciptakan Komunikasi yang Efektif
Ada beberapa hal yang butuh diamati dalam menciptakan sebuah komunikasi yang efektif:
1. Mengerti mitra bicara (audience). Kita harus amat memahami dan memahami dengan siapa kita berbicara. Apakah dengan orang tua, anak-anak, laki-laki atau perempuan, status sosialnya serupa apa, pangkat, jabatan dan semacamnya. Dengan mengetahui audinece kita harus cerdik di dalam memilah kata-kata yang dipakai dalam menyampaikan informasi atau buah fikiran kita. Artinya, bahasa yang dipakai harus serupa dengan bahasa yang gampang dipahami oleh audience kita.
Berdialog dengan orang dewasa pastinya bakal benar-benar berlainan dibanding kita berdiskusi dengan anak-anak. Begitu pula berdialog dengan superior mestinya bakal amat beda kala kita berdialog dengan anak buah atau sahabat sejawat. Pemahaman mitra bicara kita pun harus diperhatikan. Informasi yang di informasikan mungkin saja bukan hal anyar bagi mitra kita, namun apabila penyampaiannya dengan memakai jargon jargon atau istilah-istilah eksklusif yang tak dipahami oleh mitra, informasi atau gagasan yang kita sampaikan bisa saja tak bisa dipahami. Jadi, dengan mencermati mitra bicara kita, kita hendak dapat menyelaraskan diri dalam bekomunikasi dengannya.
2. Mengerti tujuan . Tujuan kita berinteraksi bakal amat memastikan trik kita menyampaikan informasi. Bila kita bermaksud semata-mata menyampaikan informasi, tentu komunikasi bertabiat pengumuman. Melainkan bila kita bermaksud membeli atau menjual barang komunikasi kita hendak berkarakter negosiasi. Andaikan tujuan kita untuk menghibur hendak pula bahasa yang kita gunakan.
3. Amati konteks. Konteks disini berarti status atau kawasan pada kala berkomunikasi. Pada ketika berkomunikasi, konteks sungguh-sungguh memiliki peran dalam memperjelas informasi yang disampaikan.
Dalam hal penggunaan kata, misalnya. Kata ’hemat’ dalam perkataan : ”Kita harus menekan uang, waktu dan tenaga kita”, benar-benar berlainan poinnya dalam kata hemat pada perkataan berikut ini: ” Bagi hemat saya, kita harus lebih jujur dan terbuka dalam berbicara dengan seluruh kawan sekerja.” Tak cuma kata dalam konteks kalimat, hendak melainkan metode mengutarakan dan pada siapa kata itu diucapkan hendak membikin makna yang dituturkan hendak beda pula. ”Ah….dasar gila.” Perkataan ini bisa bermakna hinaan atau bisa juga bermakna kekaguman, tergantung bagaimana kita mengucapkannya.
Bila diucapkan dengan nada tinggi berarti cacian, namun bila diucapkan dengan nada datar apalagi dibarengi dengan gelengan kepala , perkataan ini bisa berarti kekaguman. Ekspresi ”Gila Lu!” pada sahabat dekat , pasti dipahami selaku pernyataan biasa yang tak bermakna negatif. Tapi jika kita sampaikan pada orang yang belum atau anyar saja kita mengenali ekspresi ini tentu dipahami selaku ekspresi yang ada makna negatif.
Formalitas dalam konteks tertentu juga dapat pengaruhi teknik berbicara seseorang. Coba lihat gaya berbicara anatar pimpinan dan anak buah di zona dunia kerja, malahan komunikasi antar sesama pimpinan atau sesama anak buah pasti berbeda. Sekiranya orang-orang ini berjumpa di mall atau di panggilan (tempat resepsi) gaya komunikasi dantara mereka hendak benar-benar lain dengan gaya pada disaat mereka berada di kantor.
Mengirim bunga pada orang yang berulang tahun atau pada orang yang kita kasihi hendak ada makna yang berlainan sekiranya kita mengirimkan bunga pada orang yang tengah berduka. Justru jenis bunga yang dikirimkan pun hendak membawa memo atau opini tersendiri. Dengan ilustrasi singkat di atas, maka jelaslah apabila konteks sungguh-sungguh pengaruhi makan apapun yang disampaikan.
1. Pelajari Kultur. Kultur atau budaya, habit atau tradisi orang atau masyarakat juga harus dicermati dalam berkomunikasi. Orang Jawa atau Sunda pada umunya diketahui kelembutannya dalam berbicara kata. Kelembutan berujar kata hendak benar-benar baik bila isamai dengan teknik serupa. Bakal tapi tentu tak berarti mutlak.
Atau orang Batak yang diketahui berbunyi tinggi dalam berucap kata. Apakah kala orang Jawa dan orang Sunda berjumpa dalam satu bentuk komunikasi, lantas mereka harus saling merombak budaya, bahasa dan kebiasaan? Tentu saja tak demikian. Yang berarti ialah pelaksana komunikasi harus memahami kultur mitra berbicaranya maka timbul saling pengertian dan pembiasaan gaya komunikasi dapat terjadi. ”When in Rome, do as the Romans do.”
2. Pahami Bahasa. Bahasa menunjukkan bangsa, intinya bahasa dapat jadi ciri atau identitas suatu bangsa. Berdiskusi identitas berarti berdiskusi harga diri atau kebanggaan. Dengan memahami bahasa orang lain berarti berupaya menyegani orang lain. Tapi memahami bahasa`di sini tak berarti harus memahami segenap bahasa yang diapakai oleh mitra bicara kita. Dalam perihal tersebut kita harus memahami gaya masing-masing audience dalam berbahasa. Anak muda dengan gayanya sendiri, orang kantoran, orang dagang dan atau seniman. Masing-masing grup dan jenis karier atau usia orang itu mempunyai gaya dalam berbahasa.
Efektifitas Komunikasi Verbal
Kualitas satu buah komunikasi verbal benar-benar didetetapkan oleh tonalitas suara atau tinggi rendah dan lemah lembutnya suara, keras tak suara dan pergantian nada suara. Hendak tapi tonalitas suara saja tak cukup, karna tonalitas suara bisa saja membikin komunikasi verbal kurang hidup. Dengan Demikian tonalitas suara sepantasnya dibarengi dengan ekspresi atau raut muka yang sesuai.
Sebuah hasil riset mengungkapkan kalau dalam komunikasi verbal, secara khusus pada ketika presentasi, kesuksesan penyampaian informasi 55% tergantung pada bahasa tubuh (body language), postur, isyarat dan eye contact. 38% ditetntukan pleh nada suara dan 7% saja yang ditetntukan oleh kata-kata. Mechribian dan Ferris dalam O’connor dan Seymour). Riset lain juga menunjukkan jika komunikasi hendak lebih efektif jika dituturkan dengan cara berbarengan antara bahasa perkataan dengan bahasa tulisan.
Masyarakat gembira dengan komunikasi tuturan pada dikala sarana karya memberitakanhal-hal yang tak jelas, dan msayarakat bakal riang mengenakan sarana artikel jikalau sarana ucapan tak jelas.
Pada kelanjutan zaman dikala ini, komunikasi pada organisasi modern atau organisasi yang maju mengenakan sarana yang tersedia yaitu movie display terminal, E-mail, net camera, Voice mail, dan justru SMS.
Efektifitas Komunikasi Non Verbal
Ada beberapa hal yang dapat kita kembangkan dalam tingkatkan efektifitas komunikasi non verbal, yaitu: Teknik berpakaian, Waktu dan Tempat.
1. Kiat Berpakaian Kiat berpakaian telah mengkomunikasi siapa dan apa status seseorang, baik dalam karier tiap hari maupundalam waktu-waktu tertentu seperti; pesta, rapat-rapat, kunjungan resmi dan sebagainya. Masyarakat memiliki kecenderungan ada percayaan diri yang tinggi bila ia berpakaian danberpenampilan dengan cara sempurna. Begitu juga deangan terdapatnya hal yang beda metode berpakaian. Malahan metode berpakaian ini pun telah penggolongan jenis profesi seseorang. Kita mengetahui terdapatnya istilah ”white collar” dan ”blue collar” yang bisa menerangkan status dan kedudukan seorang di dalam suatu perusahaan.
Realitas menunjukkan apabila pada kala satu orang wawancara untuk melamar satu buah pekerjaan, mereka yang berpakaian tak tepat (misalnya cuma mengenakan jeans dan T-Shirt) ketimbang dengan mereka yang berpakaian tepat (full dress, berdasi dan rapi). Yang berpakaian tepat bakal mempunyai rasa membenarkan diri yang lebih tinggi dan mempunyai peluang yang lebih banyak untuk memperoleh posisi profesi yang dicarinya. Jadi pakailah baju yang tepat untuk suasana yang tepat pula.
2. Waktu Bagi sebagian orang, waktu ialah suatu yang amat berarti. ”Time is money” ialah prinsip yang dipegang oleh para wiraswasta malahan oleh orang-orang yangmemanfaatkan hidupnya untuk suatu produktifitas yang bermanfaat. Dokter, akuntan, dosen, terlebih sebagian guru acapkali dibayar berlandaskan jam kerja. Dalam konteks organisasi, dimana masing-masing bagian ada pekerjaan yang harus diselesaikan, maka komuikasi dengan cara tepat sangatlah diperlukan. Artinya, dalam berbicara hendaklah memakai waktu sebaik mungkin.
3. Tempat Sama kayak waktu, tempatpun benar-benar memastikan efektifitas satu buah komunikasi. Kantor ialah tempat bekerja, restoran ialah tempat makan, lapangan golf ialah tempat olah raga dan sebagainya. Walaupun begitu kerapkali hal rumit di kantor bisa teratasi dengan baik di meja makan, atau lapangan olahraga.
Di samping itu ada beberapa fungsi yang dapat menunjukkan komunikasi non verbal, yaitu:
* Repetition (pengulangan). Peniruan catatan dari individu dicoba dengan verbal.
* Contradiction (pertentangan/penyangkalan). Penyangkalan catatan yang dicoba terhadap seseorang. Misalnya; mengangkat bahu, menggelengkan kepala, mengayunkan tangan.
* Subtitution (pengganti pesan). Misalnya satu orang berinteraksi dengan Fire in his eyes (mendelik), mengepalkan tangan.
* Complementing (melengkapi wasiat verbal). Menjelaskan bagus sambil menunjukkan ibu jari, menginformasikan orang tak waras sambil menyilangkan telunjuk di kening.
* Accenting (penekanan). Penekanan disini maksudnya menggari bawahi catatan verbal. Misalnya berdiskusi dengan sungguh pelan.
Penutup dan Kesimpulan
Berkomunikasi dengan tepat ialah dengan mengenakan hati nurani disaat berkomunikasi. Ada beberapa sebab apa sebabnya hati butuh dihidupkan dalam berinteraksi dengan orang lain, yaitu tiap orang tak cuma mempunyai akal rasionalitas namun juga hati yang berperan untuk merasakan dan meninmabng sesuatu, maka tiap kata atau sikap tak cuma diciduk oleh akal tapi juga bakal diolah oleh rasa.
Kata-kata ialah gambaran isi hati seseorang. Tiap orang memiliki peluang untuk menginterpretasi tiap memo yang kita produksi dan kita komunikasikan. Untuk itu sebetulnya kata-kata atau sikap ialah informasi tentang diri kita, tentang siapa kita dan bagaimana karakter kita. Suatu wasiat hendak mendirikan citra diri kita.
Beberapa hal yang dapat kita lakukan untuk berbicara dengan hati ialah dengan membuat sensitivitas atau sensitifitas diri kita terhadap sikap-sikap orang lain. Dengan memperhatikan bahasa tubuh orang lain disaat mereka berhubungan dengan kita.
Sikap-sikap bahasa tubuh itu menerangkan tentang apa yang tengah terjadi dalam kepala mereka ketika berbicara dengan kita. Karna bahasa tubuh ialah selaku penjelas dan peneguh atas pesan-pesan verbal yang dibikin oleh seseorang.
Kemudian perlihatkan perhatian kita terhadap orang lain pada hal-hal sekecil apapun yang dilakukannya. Contoh pada ketika ia tengah butuh sesuatu, maka tanyakan dan penuhilah kebutuhannya tanpa harus ia memintanya. Lantaran dengan hal semacam ini kita dapat pengaruhi orang lain berlandaskan keperluan mereka.
Selain itu mesti dioptimalkan indera kita dengan mengamati sikap dan tidakan komunikasi orang lain. Dengarkan dengan penuh antusias tiap tuturan mereka, jadi pemirsa yang baik. Mendengar dengan cara aktif dan penuh perhatian. Intinya kita memandang dan mengamati dengan teliti sikap dan bahasa tubuh mereka tentang apa yang sesungguhnya ingin mereka sampaikan.
Merasakan perasaan mereka dengan penuh empati, menolong keinginan mereka tanpa harus bahkan awal mereka mengungkapkannya. Dan mulailah dari kita untuk mengawalinya dan siap melangsungkan dari hal-hal yang kecil.
Wujud komunikasi yang baik :
1. Bersedia mendengarkan
2. Melatih keterampilan mendengar
3. Berikan peluang orang lain untuk mendengar
4. Bertabiat antusias dengan lawan bicara
5. Tampilkan wajah bersahabat
6. Peruntukan diri kita terjamin dan enak bagi orang lain
7. Pilih dan rasakan tiap kata yang diucapkan
8. Bicara yang bernilai dan bermanfaat
9. Tulus dalam tiap ujaran dan tak berpura-pura.audience